Jumat, 21 Oktober 2011

sejarah terbentuknya kabupaten enrekang


Penulisan tentang terbentuknya kabupaten Enrekang merupakan bahagian dari penulisan sejarah lokal yang dapat memperkaya  perbendaharaan sejarah nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdullah (1974), Sejarah Lokal dalam konteks Sejarah Nasional Indonesia di pandang sebagai suatu kisah masa lampau yang terjadi di daerah tertentu dalam wilayah Republik Indonesia. Luas dan sempitnya batasan wilayah tidak menjadi masalah karena daerah yang lebih kecil seringkali lebih penting perjalanan sejarahnya dibanding dengan daerah yang lebih luas. Karena itu peneliti tertarik untuk meneliti suatu daerah di Sulawsi Selatan yaitu Kabupaten Enrekang, yang kaya akan unsur Historisnya sebelum menjadi Daerah Tingkat II/Kabupaten. 
Kabupaten Enrekang merupakan salah satu daerah dari 22 Dati II di Propinsi Sulawesi Selatan, yang memiliki kondisi geografis yang bergunung-gunung. Kabupaten Enrekang mempunyai peranan penting bagi perkembangan propinsi Sulawesi Selatan (BPS Kabupaten Enrekang, 2006). Salah satunya adalah dalam sektor perekonomian/pertanian. Menurut Nawir (1997), keadaan alam kabupaten Enrekang adalah merupakan daerah pegunungan yang terbentang dari kota Enrekang sampai di perbatasasn Tanah Toraja. Keadaan alam yang seperti itu menguntungkan masyarakat Enrekang dengan memanfaatkannya untuk membuka areal di celah-celah pegunungan dan lembah-lembah untuk diolah menjadi areal perkebunan/pertanian. Tentunya dengan Enrekang menjadi penghasil dalam sektor pertanian, maka kabupaten Enrekang menempati posisi penting dalam konteks pembangunan Nasional.
Sebelum Enrekang menjadi Daerah Tingkat II, berturut-turut mengalami perubahan bentuk pemerintahan. Pada abad XIV Daerah Tingkat II Enrekang adalah salah satu kerajaan besar yang kemudian kerajaan ini bersifat  Manurung yang terdiri 7 kawasan yang lebih dikenal dengan “Pitu Massenrempulu”. Daerah tersebut yaitu Endekan, Kassa, Batu Lappa, Duri, Maiwa, Letta dan Barigin. (Mannan, 2006: 4).
Setelah memasuki abad XVII yaitu pada tahun 1685 letta ditaklukkan oleh Bone yang saat itu berada dibawah seorang raja yang sangat besar kekuasaannya bernama Aru Palakka Petta Malempe’e Gemme’na. Letta ketika itu bertindak gegabah dan kurang perhitungan membunuh utusan dari Bone. Tindakan ini ditanggapi Bone sebagai suatu penghinaan yang harus diberikan ganjaran. Ketika itu Bone, Soppeng, Wajo, dan Sidenreng mengangkat senjata memerangi Letta. Setelah dihancurkan maka kerajaan Letta dinyatakan sebagai status Lili (Daerah Bahagian) dari kerajaan Sawitto (Mappasanda, 1991: 1).
Dengan adanya peristiwa itu, maka Massenrempulu mengalami pengurangan wilayah. Oleh karena itu pengurangan wilayah Federasi Massenrempulu yang tadinya dikenal dengan Pitu Massenrempulu menjadi Lima Massenrempulu. Wilayah-wilayah tersebut antara lain, kerajaan Maiwa, kerajaan Kassa, kerajaan BatuLappa, kerajaan Enrekang, dan Kerajaan Duri.     
Memasuki abad XX yaitu pada tanggal 15 Oktober 1905, karena adanya politik Belanda Devide Et Impera atau politik adu domba maka Belanda memecah belah daerah Massenrempulu, dengan adanya Surat Keputusan dari Pemerintah kerajaan Belanda Korte Veklaring atau perjanjian pendek yang disahkan pada tanggal 19 Juli 1906. Inti dari isi perjanjian pendek adalah pernyataan dari Pemerintah daerah Swapraja, bahwa mengakui adanya keberadaan Pemerintah Belanda di atas kekuasaan Pemerintah Swapraja (Mappasanda, 1991: 41).
Dengan keluarnya Perjanjian Pendek tersebut, maka pihak Kerajaan/federasi Massenrempulu mengalami kerugian besar ditandai dengan masuknya Kassa dan Batu Lappa ke kerajaan Sawito, sehingga luas wilayah federasi Massenrempulu semakin sempit. Untuk tetap dalam lima Massenrempulu tersebut, maka kerajaan-kerajaan yang yang ada di dalamnya dipecah menjadi Kerajaan Endekan, Maiwa dan Federasi Duri Tallu Batu Papan yaitu Kerajaan Alla, Bonto batu dan Maluwa (Mannan, 2006: 5).
Pada tahun 1912 hingga tahun 1941 daerah Enrekang berbentuk Pemerintahan Onder Afdelling yang dikepalai oleh seorang Kontroleur (Tuan Petoro). Onderafdeeling adalah suatu bentuk pemerintahan pada masa Pemerintahan Belanda yang sederajat dengan Daerah Tingkat III atau Kecamatan. Pada zaman Pendudukan Jepang (1942-1945), Onder Afdelling berubah nama pemerintah menjadi Kanrikan, pemerintahannya di kepalai oleh seorang Bunken Kanrikan. Pada masa pemerintahan Belanda/NICA tahun 1946-1950 yang ditandai dengan pembentukan Negara federal Yaitu NIT  (Negara Indonesia Timur), maka kawasan Massenrempulu berubah menjadi Onderafdeeling Enrekang.
Ditetapkannya undang-undang NIT No. 44 tahun 1950, undang-undang tersebut mengadakan perbedaan antara 3 (Tiga) tingkat persekutuan yang berpemerintahaan sendiri atau Daerah Swatantra (Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat 1, 1991). Daerah Swatantra tersebut terdiri atas; a. Daerah, bagi daerah yang tertinggi tingkatannya di bawah Negara, b. Daerah Bagian, bagi Daerah Tingkat II, c. Daerah Anak Bagian, atau Daerah Tingkat III (terbawah). Dengan keluarnya UU tersebut, maka Sulawesi terpecah dan salah satu pecahannya adalah Afdeeling Pare-Pare, dalam Afdeeling Pare-Pare terbentuk Kewedanan Barru, Kewedanan Sidenreng Rappang, Kewedanan Enrekang dan Kewedanan Pinrang.  
Pada tahun 1959 keluarlah Undang-Undang tentang pembentukan Daerah Tingkat II di Sulawesi, yaitu di atur dalam Undang-Undang No. 29 tahun 1959. Selanjutnya disusul  dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 16 April 1960 No. PEM/20/2/44, yang menetapkan Propinsi Sulawesi Selatan di bagi menjadi 2 (dua) bagian yang dipimpin oleh Residen Koordinator. Dua daerah tersebut dibagi ke dalam; a. Daerah Residen Koordinator Sulawesi Selatan, b. Daerah Residen Koordinator Sulawesi Tenggara. Daerah Koordinator Sulawesi Selatan terdiri atas 23 Daerah Tingkat II, Yang mana Daerah Tingkat II Enrekang masuk ke dalam Daerah Residen tersebut. Adapun pusat pemerintahan dari Residen Koordinator Sulawesi Selatan adalah Kota Makassar (Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I, 1991: 339).
Daerah Tingkat II Enrekang, merupakan pecahan dari kabupaten Pare-Pare. Perlu diketahui bahwa pecahan kabupaten Pare-Pare selain dari Daerah Tingkat II Enrekang, juga terbentuk Kabupaten Sidenreng Rappang, Daerah Tingkat II Barru, Daerah Tingkat II Pinrang dan Daerah Tingkat II Pare-Pare. Oleh karena itu sebelum terbentuk menjadi 5 (Lima)  kabupaten, pada tangggal 5 Desember 1951 bertempat di ruangan gedung DPRD Pare-Pare dilangsungkan suatu rapat yang membahas tentang Iktisar pemecahan kabupaten Pare-Pare menjadi lebih dari satu kabupaten. Hasil dari rapat tersebut menetapkan dan meminta kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Pare-Pare dibagi ke dalam 3 (Tiga) kabupaten yaitu; Kabupaten Pare-Pare, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidenreng Rappang.         
Dari hasil penetapan rapat tersebut maka pada tanggal 13 Desember 1956, Pemerintah Swapraja-swapraja Massenrempulu mengadakan pertemuan dengan partai-partai dan organisasi-organisasi di Kalosi, yang isinya membahas tentang penuntutan kewedanaan Enrekang menjadi Kabupaten atau Daerah Tingkat II Massenrempulu (Badan Arsip Nasional, Pemda Tk II Enrekang No Reg. 88).
Dengan keluarnya Undang-Undang No. 29 tahun 1959 tentang pembentukan Daerah Tingkat II maka terbentuklah Daerah Tingkat II Enrekang. Suatu hal yang harus diketahui bahwa mengapa Daerah Tingkat II Enrekang terbentuk bukan Daerah Tingkat II Massenrempulu, itu dikarenakan tidak dimasukkannya 2 wilayah tuntutan oleh panitia penuntut Daerah Tingkat II/Kabupaten Massenrempulu yaitu Batulappa dan kassa.
Terbentuknya Daerah Tingkat II Enrekang secara resmi pada tanggal 19 Februari 1960, yang ditandai dengan dilantiknya Andi Babba Mangopo sebagai Bupati Enrekang yang pertama, tanggal ini juga dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Enrekang, yang mana tiap tahunnya diadakan suatu kegiatan dalam menyambut hari jadi kabupaten tersebut (Sukirman, 1985: 95)
Selanjutnya, pada masa Pemerintahan Bupati Andi Babba Mangopo, telah mengmbil suatu langkah dalam pengembangan Daerah Tingkat II Enrekang. Langkah-langkah pengembangan tersebut, dilakukan dalam berbagai bidang seperti bidang Keamanan, Ekonomi, Pertanian, Sosial-budaya dan lain-lain. Adanya  langkah-langkah/kebijakan tersebut mengingat keadaan atau situasi yang terjadi pada saat itu. Salah satu peristiwa/kejadian yang membuat trauma dan sengsara serta keterbelakangan Masyarakat Massenrempulu adalah karena adanya gerakan Darul Islam (DI) /Tentara Islam Indonesia (TII) di Massenrempulu pimpinan kahar Muzakkar. gerakan DII/TII ini memberikan pengaruh besar dalam lembaran perjalanan kehidupan Masyarakat Massenrempulu.
Oleh karena itu, peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayah Massenrempulu, mulai dari Enrekang menjadi kewedanaan hingga terbentuknya kabupaten. Untuk itu Penulis akan mengkaji dan menulis tentang apa latar belakang dan bagaimana proses pembentukkan Daerah Tingkat II Enrekang?, serta bagaimana perkembangan atau situasi Masyarakat Massenrempulu pada masa Andi Babba Mangopo menjabat sebagai Bupati Dati II Enrekang.

Rabu, 19 Oktober 2011

KEARSIPAN


A.  Pengertian Arsip
Istilah arsip bisa mengandung berbagai macam pengertian. Pendefinisian arsip dapat dipengaruhi oleh segi peninjauan, sudut pandangdan atau pembatasan ruang lingkupnya. Akan tetapi, untuk memahami arti dasar arsip, dirasa sangat penting untuk menjelaskannya berdasarkan etimologi atau asal-usul katanya. Secara etimologis istilah arsip dalam bahasa Belanda yaitu "archief", dan dalam bahasa Ingris disebut "arcihive", berasal dari kata "arche" bahasa Yunani yang berarti permulaan. Kemudian dari kata “arche" berkembang menjadi kata "ta archia" yang berarti catatan. Selanjutnya kata "ta archia" berubah lagi menjadi kata "archeon" yang berarti "gedung pernerintahan". Gedung yang dimaksud tersebut, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan secara teratur bahan-bahan arsip seperti: catatan-catatan, bahan-bahan tertulis, piagam-piagam, surat-surat, keputusan keputusan, akte-akte, daftar-daftar, dokumen-dokumen, peta-peta, dsb. Dalam bahasa Ingris, arsip juga sering dinyatakan dengan istilah file yang artinya simpanan, yaitu berupa wadah, tempat, map, ordner, kotak, almari kabinet, dan sebagainya yang dipergunakan untuk menyimpan bahan-bahan arsip, yang sering di sebut sebagai berkas.
 Ada juga istilah lain yang sering digunakan untuk menyatakan arsip, yaitu record dan warkat. Records adalah setiap lembaran (catatan, bahan tertulis, daftar, rekaman, dsb.), dalam bentuk atau dalam wujud apa pun yang berisi informasi atau keterangan untuk disimpan sebagai bahan pembuktian atau pertangungjawaban atas suatu peristiwa/kejadian. Sedangkan warkat berasal dari bahasa Arab yang berarti surat; akan tetapi dalam perkembangan lebih lanjut diartikan lebih luas, yaitu berupa setiap lembaran yang berisi keterangan yang mempunyai arti dan kegunaan. Dalam pemahaman sederhana dapat dinyatakan bahwa arsip adalah merupakan salah satu produk kantor (office work). Artinya, kearsipan merupakan salah satu jenis pekerjaan kantor atau pekerjaan tatausaha, yang banyak dilakukan oleh badan-badan pemerintah, maupun badan swasta. Kearsipan menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan penyimpanan warkat atau surat-surat, dan dokumen-dokumen kantor lainnya. Kegiatan yang berhubungan dengan penyirnpanan surat-surat dan dokumen inilah yang selanjutnya disebut kearsipan. Kearsipan memegang peranan penting bagi kelancaran jalannya organisasi, yaitu sebagai surnber dan pusat rekaman informasi bagi suatu organisasi.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, memberikan rumusan arsip sebagai berikut:
(a) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintah dalam bentuk corak apa pun, baik dalam keadaan tunggal maupun kelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan (b) Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta dan atau perorangan, dalam bentuk corak apa pun, baik dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan. Selanjutnya, UU No.7 Tahun 1971 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan naskah-naskah dalam corak bagaimanapun dari suatu arsip, adalah meliputi baik yang tertulis, maupun yang dapat dilihat dan didengar seperti hasil rekaman, film dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan berkelompok ialah naskah-naskah yang berisikan hal-hal yang berhubungan satu dengan yang lain yang dihimpun dalam satu berkas tersendiri mengenai masalah yang sama. Menurut Undang-undang tersebut, tujuan kearsipan ialah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggunjawaban nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan.

B.  Jenis-Jenis Arsip
Arsip dapat digolongkan atas berbagai jenis atau macarn, tergantung dari sisi peninjauannya, antara lain:

a.   Berdasarkan Fungsi.
Menurut fungsi dan kegunaanya, arsip dapat dibedakan menjadi:
(a) Arsip dinamis, yakni arsip yang masih dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, dan atau penyelenggaraan administrasi perkantoran.
(b) Arsip statis, yaitu arsip yang tidak dipergunakan lagi secara langsung dalam perencanaan, pelaKSanaan, aan atau penyelenggaraan aamlnlstrasl perkantoran, atau sudah tidak dipakai lagi dalam kegiatan perkantoran sehari-hari.

b.   Nilai Guna
Ditinjau dari segi kepentingan pengguna, arsip dapat dibedakan atas:
(a) Nilai guna primer, yaitu nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan untuk kepentingan lembaga/instansi pencipta atau yang menghasilkan arsip. Nilai guna primer meliputi:
Nilai guna administrasi, yaitu nilai guna arsip yang didasarkan pada kegunaan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga/instansi pencipta arsip.
Nilai guna hukum yaitu arsip yang berisikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan hukum atas hak dan kewajiban warga negara dan pemerintah.
Nilai guna keuangan yaitu arsip yang berisikan segala hal yang menyangkut transaksi dan pertanggungjawaban keuangan.
Nilai guna ilmiah dan teknologi yaitu arsip yang mengandung data ilmiah dan teknologi sebagai akibat/hasil penelitian murni atau penelitian terapan.
(b) Nilai guna sekunder, yaitu nilai arsip yang didasarkan pada kegunaan arsip sebagai kepentingan lembaga/instansi lain, dan atau kepentingan umum di luar instansi pencipta arsip, serta kegunaannya sebagai bahan bukti pertanggungjawaban kepada masyarakat/pertanggungjawaban nasional. Nilai guna sekunder, juga meliputi:
Nilai guna pembuktian, yaitu arsip yang mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/isntansi tersebut diciptakan, dikembangkan, diatur fungsinya, dan apa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, serta apa hasil/akibat dari kegiatan itu.
Nilai guna informasi, yaitu arsip yang mengandung informasi bagi kegunaan berbagai kepentingan penelitian dan sejarah, tanpa dikaitakan dengan lembaga/instansi penciptanya.
(c ) Berdasarkan sifat
Berdasarkan sifatnya, arsip dapat dibedakan atas
Arsip tertutup, yaitu arsip yang dalam pengelolaan dan perlakuannya berlaku ketentuan tentang kerahasian surat-surat.
Arsip terbuka yakni pada dasarnya boleh diketahui oleh semua pihak/umum
(d) Berdasarkan tingkat penyimpanan dan pemeliharaannya
Menurut tingkat penyimpanan dan pemeliharaannya, arsip dibagi atas :
Arsip sentral, yaitu arsip yang disimpan pada suatu pusat arsip (depo arsip), atau arsip yang dipusatkan penyimpan dan pemeliharaannya pada suatu tempat tertentu.
Arsip pemerintah yang mengandung nilai khusus ada yang disimpan secara nasional di Jakarta yaitu pada Lembaga Arsip Nasional Pusat yang disebut dengan nama ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia). Sedangkan lembaga pemerintah yang menyimpan dan memelihara arsip pemerintah di daerah yaitu Perpustakaan dan Arsip Daerah. Arsip sentral disebut juga Arsip makro atau arsip umum, karena merupakan gabungan ataupun kumpulan dari berbagai arsip unit.
Arsip unit, yaitu arsip yang disimpan di setiap bagian atau setiap unit dalam suatu organisasi. Arsip unit disebut juga arsip mikro atau arsip khusus, karena khusus hanya menyimpan arsip yang ada di unit yang bersangkutan.
(d) Berdasarkan keasliannya
Menurut keasliannya, arsip dibedakan atas: arsip asli, arsip tembusan, arsip salinan, dan arsip petikan.
(e) Berdasarkan subyeknya
Berdasarkan subyek atau isinya, arsip dapat dibedakan atas berbagai macam, misalnya: Arsip keuangan, Arsip Kepegawaian, Arsip Pendidikan, Arsip Pemasaran, Arsip Penjualan, dan sebagainya.




(f) Berdasarkan Bentuk dan Wujudnya.
Menurut bentuk atau wujudnya, arsip terdiri dari berbagai macam, misalnya surat (arsip korespondensi) yang dalam hal ini diartikan sebagai setiap lembaran kertas yang berisi informasi atau keterangan yang berguna bagi penyelenggaraan kehidupan organisasi, seperti: naskah perjanjian/kontrak, akte, notulen rapat, laporan, kuitansi, naskah berita acara, bon penjualan, kartu pegawai, tabel, gambar, grafik atau bagan. Selain surat, bentuk atau wujud arsip dapat juga berupa pita rekam, piringan hitam, mikrofilm, CD, dsb.
(g) Berdasarkan Sifat Kepentingannya.
Menurut sifat kepentingannya, arsip dapat dibedakan atas, arsip non-esensial, yaitu arsip yang tidak memerlukan pengolahan, dan tidak mempunyai hubungan dengan hal-hal yang penting sehingga tidak perlu disimpan dalam waktu yang terlalu lama. Arsip penting yaitu arsip yang mempunyai nilai hukum, pendidikan, keuangan, dokumentasi, sejarah, dan sebagainya. Arsip yang demikian masih dipergunakan atau masih diperlukan dalam membantu kelancaran pekerjaan. Arsip ini masih perlu disimpan untuk waktu yang lama, akan tetapi tidak mutlak permanen. Arsip vital, yaitu arsip yang bersifat permanen, disimpan untuk selama-lamanya, misalnya akte, ijazah, buku induk mahasiswa, dsb.

c.   Ciri-Ciri Arsip Dinamis
Berdasarkan uraian terdahulu, bahwa arsip dinamis adalah arsip yang masih dipergunakan secara langsung dalam kegiatan perkantoran sehari-hari. Dengan demikian, arsip dinamis memiiki ciri-ciri sebagai berikut:
Arsip yang masih aktual dan berlaku secara langsung diperlukan dan dipergunakan dalam penyelenggaraan administrasi sehari-hari.
Arsip yang senantiasa masih berubah nilai dan artinya menurut fungsinya.
Pada dasarnya arsip dinamis bersitat tertutup, oleh karena itu pengelolaan dan perlakuannya harus mengikuti ketentuan tentang kerahasiaan suratsurat.

Sesuai dengan ciri di atas, maka menurut fungsi dan kegunaannya, arsip dinamis dapat dibedakan atas:
Arsip aktif, yaitu arsip yang masih sering dipergunakan bagi kelangsungan pekerjaan di kantor
Arsip semi aktif, yaitu arsip yang frekuensi penggunaannya sudah mulai menurun
Arsip inaktif, yaitu arsip yang sudah jarang sekali dipergunakan dalam proses pekerjaan sehari-hari.



1.   Siklus Arsip Dinamis
Arsip dinamis biasanya memiliki empat tahap siklus hidup (life sicle). Tahap pertama, adalah merupakan tahap penciptaan. Proses ini terjadi tatkala tulisan dituangkan ke dalam bentuk kertas, atau data dihasilkan dari komputer, informasi diterima pada film,tape atau media lainnya. Pada tahap ini, arsip dapat berupa surat/naskah yang dibuat oleh instansi/kantor kita, atau yang dibuat oleh instansi lain, yang diterima oleh kantor kita.
Tahap kedua merupakan tahap penggunaan aktif dengan jangkauan waktu beberapa hari dan mungkin sampai tahunan. Pada tahap ini pemakai sering menggunakan arsip dinamis serta memerlukan akses cepat ke berkas dinamis. Karena tingkat penggunaannya yang sering, serta butuh akses yang cepat, maka arsip dinamis disinpan di kantor pada tempat-tempat penyimpanan seperti filing cabinet atau almari arsip. Umumnya arsip dinamis memiliki siklus hidup aktif sekitar satu sampai dua tahun, namun masih ada juga arsip dinamis yang memiliki siklus aktif yang lebih panjang. Misalnya, berkas pegawai (karyawan) pasti merupakan berkas aktif selama pegawai tersebut tetap bekerja di suatu instansi atau perusahaan. Tahap ketiga adalah tahap inaktif. Tahap ketiga ini terjadi tatkala arsip dinamis sudah jarang atau mungkin tidak dipakai lagi sehingga menjadi inaktif. Oleh karena itu, arsip itu disimpan dalam tempat penyimpanan seperti unit kearsipan atau pusat arsip dinamis (record center). Selama masa inaktif ini, arsip dinamis disimpan karena alasan hukum atau karena kebutuhan rujukan, dan sebagainya. Tahap keempat ialah tahap penyusutan dan Jadwal retensi Arsip (JRA).
Penyusutan adalah suatu tindakan yang diambil berkenaan dengan habisnya "masa simpan" arsip yang telah ditentukan oleh perundang-undangan, peraturan atau prosedur administratif. Tindakan ini harus dilakukan untuk mengatasi menggunungnya arsip, sehingga sulit ditemukan kembali (retrieval) dan sulit memeliharanya, sebab karakteristik arsip ialah mengumpul secara alami (accumulating naturally). Dengan demikian penyusutan arsip diperlukan untuk menghemat ruangan/tempat, memudahkan penemuan kernbali arsip manakala diperlukan. Sedangkan JRA adalah pedoman yang digunakan untuk menyusutkan arsip. Penyusunan arsip menyangkut pekerjaan pemusnahan arsjp yang sudah tidak memiliki nilai guna primer (hukum, fiskal, administratif, keilmuan), maupun nilai guna sekunder. Permusnahan dilakukan dengan mengikuti kententuan retensi (masa simpan)atas dasar nilai kegunaannya dan dituangkan dalam bentuk Jadwal Retensi Arsip (IRA) yang berupa daftar yang berisi jenis/seri arsip, beserta jangka waktu penyimpanannya, dimana JRA dipakai sebagai pedoman untuk penyusutan arsip.
Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara pernbakaran, pencacahan, pembuburan, dan kimiawi. Penyusutan arsip dapat juga dilakukan dengan cara menyerahkan arsip yang bernilai guna sekunder (tidak bernilai primer lagi) ke badan yang berwenang yaitu Arsip Nasional Rl (ANRI) (lihat PP.No. 34 tahun 1979 tentang penyusutan arsip). Menurut PP 34 tahun 1979, penyusutan arsip instansi/badan pemerintah mencakup tiga kegiatan yaitu pemindahan, pemusnahan dan penyerahan. Pemindahan arsip maksudnya adalah memindahkan arsip dari unit pengolah ke unit kearsipan (reccord center) berdasarkan jadwal retensi arsip secara teratur dan tetap, yang pelaksanaannya diatur oleh masing-masing lembaga atau instansi yang bersangkutan. Misalnya, USU memiliki unit kearsipan (record center) tersendiri, sehingga masing-masing Fakultas, Lembaga, UPT, dsb., akan menyerahkan arsip inaktif yang dimiliki ke unit kearsipan tersebut sesuai jadwal retensi yang ditentukan. Penyusutan arsip perusahaan atau lembaga swasta, yayasan, dsb. Disusutkan berdasarkan UU. No.8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan. Inti dari penyusutan dokumen perusahaan adalah sama dengan penyusutan arsip instansi/badan pemerintah.

2. Penyimpanan Arsip
Pengelolaan arsip sebenarnya telah dimulai sejak suatu surat (naskah, warkat) dibuat atau diterima oleh suatu kantor atau organisasi sampai kemudian ditetapkan untuk disimpan, selanjutnya disusutkan (retensi) dan atau dimusnahkan. Oleh karena itu, di dalam kearsipan terkandung unsur-unsur kegiatan penerimaan, penyimpanan, temu balik, dan penyusutan arsip. Arsip disimpan karena mempunyai nilai atau kegunaan tertentu (lihat uraian di atas). Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah bagaimana prosedurnya, bagaimana cara penyimpanan yang baik, cepat, dan tepat, sehingga mudah ditemu-balikkan atau ditemukan kembali sewaktu-waktu diperlukan, serta langkah- langkah apa yang perlu diikuti/dipedomani dalam penyimpanan arsip tersebut.
Untuk menyelenggarakan penyimpanan arsip secara aman, awet, efisien dan luwes (fleksibel) perlu ditetapkan asas penyimpanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing kantor/instansi yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan penyimpanan arsip dikenal 3 (tiga) macam asas yaitu asas sentralisasi, asas disentralisasi dan asas campuran atau kombinasi. Penyimpanan arsip dengan menganut asas sentralisasi adalah penyimpanan Arsip yang dipusatkan (central filing) pada unit tertentu. Dengan demikian, penyimpanan arsip dari seluruh unit yang acta dalam satu instansi/kantor dipusatkan pada satu tempat/unit tertentu. Sebaliknya, penyelenggaran penyimpanan arsip
dengan asas desentralisasi adalah dengan memberikan kewenangan penyimpanan arsip secara mandiri. Dalam hal yang demikian, masing-masing unit satuan kerja bertugas menyelenggarakan penyimpanan arsipnya. Sedangkan asas campuran, merupakan kombinasi antara desentralisasi dengan sentralisasi. Dalam asas campuran tiap-tiap unit satuan kerja dimungkinkan menyelenggarakan penyimpanan arsip untuk spesifikasi tersendiri, sedangkan penyimpanan arsip dengan spesifikasi tertentu disentralisasikan.
Penyimpan arsip yang diartikan dalam uraian ini adalah suatu kegiatan pemberkasan dan penataan arsip dinamis, yang penempatannya secara actual menerapkan suatu sistem tertentu, yang biasa disebut sistem penempatan arsip secara aktual. Kegiatan pemberkasan dan penataan arsip dinamis tersebut popular dengan sebutan “filingSystem". Para ahli kearsipan kelihatannya sepakat untuk menyatakan bahwa filling system yang digunakan atau dipakai untuk kegiatan penyimpanan arsip terdiri dari:
(a) Sistem Abjad,
(b) Sistem angka/nomor (numerik),
(c) Sistem Wilayah,
(d) Sistem subyek, dan
(e) Sistem Urutan Waktu (kronologis).
Disamping kelima sistem di atas, banyak arganisasi atau instansi yang
menerapkan sistem kombinasi.

3. Peralatan Kearsipan
Peralatan yang dipergunakan dalam bidang kearsipan pada dasarnya sebahagian besar sama dengan alat-alat yang dipergunakan dalam bidang ketatausahaan pada umumnya, Peralatan yang dipergunakan terutama untuk penyimpanan arsip, minimal terdiri dari:
(a) Map, yaitu berupa lipatan kertas atau karton manila yang dipergunakan untuk menyimpan arsip. Jenisnya terdiri dari map biasa yang sering disebut stopmap folio, Stopmap bertali (portapel), map jepitan (snelhechter), map tebal yang lebih dikenal dengan sebutan ordner atau brieforner. Penyimpanan ordner lebih baik dirak atau lemari, bukan di dalam filing cabinet dan posisi penempatannya bisa tegak. Sedangkan Stopmap folio dan snelhechter penyimpanannya dalam posisi mendatar, atau tergantung (bila yang dipakai snelhechter gantung) di dalam filing cabinet, sedangkan portapel sebaiknya disimpan dalam almari karena dapat memuat banyak lembaran arsip.
(b) Folder Folder merupakan lipatan kertas tebal/karton manila berbentuk segi empat panjang yang gunanya untuk menyimpan atau menempatkan arsip, atau satu  kelompok arsip di dalam filing cabinet. Bentuk folder mirip seperti stopmap folio, tetapi tidak dilengkapi daun penutup, atau mirip seperti snelhechter tetapi tidak dilengkapii dengan jepitan. Biasanya folder dilengkapi dengan tab, yaitu bagian yang menonjoll dari folder yang berfungsi untuk menempatkan kode-kode, atau indeks yang menunjukkan isi folder yang bersangkutan.
(c) Guide
Guide adalah lembaran kertas tebal tau karton manila yang dipergunakan sebagai penunjuk dan atau sekat/pemisah dalam penyimpanan arsip. Guide terdiri dari dua bagian, yaitu tab guide yang berguna untuk mencantumkan kodekode, tanda-tanda atau indeks klasifikasi (pengelompokan) dan badan guide itu sendiri. Jumlah guide yang diperlukan dalam sistem filing adalah sebanyak pembagian pengelompokan arsip menurut subyeknya. Misalnya guide pertama untuk menempatkan tajuk (heading) subyek utama (main subyek), guide kedua untuk menempatkan sub-subyek, guide ketiga untuk yang lebih khusus lagi, demikian seterusnya.
(d) Filing Cabinet
Filing cabinet (file cabinet) adalah perabot kantor berbentuk persegi empat panjang yang diletakkan secara vertikal (berdiri) dipergunakan untuk menyimpan berkas-berkas atau arsip. Filing cabinet mempunyai sejumlah laci yang memiiki gawang untuk tempat rnenyangkutkan folder gantung (bila arsip ditampung dalam folder gantung). Filing cabinet terdiri berbagai jenis, ada yang berlaci tunggal, berlacii ganda, horizontal plan file cabinet, drawer type filing cabinet, lateral filing cabinet, dsb.
(e) Almari Arsip
Almari arsip adalah almari yang khusus digunakan untuk menyimpan arsip. Bentuk dan jenisnya bervasi, namun berkas atau arsip yang disimpan dalam almari arsip sebaiknya disusun/ditata secara vertical lateral (vertikal berderet kesamping), sehingga susunan arsip di dalam almari arsip sama dengan susunan arsip yang disusun ditata di dalam rak arsip.
(f) Berkas Kotak (Box file)
Berkas atau box file adalah kotak yang dipergunakan untuk menyimpan berbagai arsip (warkat). Setiap berkas kotak sebaiknya diperbgunakan untuk menyimpan arsip yang sejenis, atau yang berisi hal-hal yang sama. Selanjutnya berkas kotak ini akan ditempatkan pada rak arsip, disusun secara vertikal (vertikal berderet ke samping).
(g)Rak Arsip
Rak arsip adalah sejenis almari tak berpintu, yang merupakan tempat untuk menyimpan berkas-berkas atau arsip. Arsip ditempatkan dirak susun secara vertikal lateral yang dimulai selalu dari posisi kiri paling atas menuju kekanan, dan seterusnya kebawah
(h) Rotary Filling
Rotary Filling adalah peralatan yang dapat berputar, dipergunakan untuk menyimpan arsip-arsip (terutama berupa kartu).
(i) Cardex (Card Index)
Cardex adalah alat yang dipergunakan untuk menyimpan arsip yang berupa kartu dengan mempergunakan laci-laci yang dapat ditarik keluar memanjang. Kartukartu yang akan disipan disebelah atas kartu diberi kode agar lebih mudah dilihat.
(j) File yang dapat dilihat (Visible reference record file)
Visible reference record file adalah alat yang dipergunakan untuk menyimpan arsip-arsip yang bentuknya berupa leflet, brosur, dan sebagainya.



4. Penemuan Kembali Arsip.
Keberhasilan pelaksanaan manajemen arsip dinamis atau arsip aktif, akan nampak dengan jelas, bilamana semua bahan yang dibutuhkan mudah ditemukan kembali, dan mudah pula dikembalikan ke tempat semula. Karena, penemuan atau pencarian dokumen merupakan alah satu kegiatan dalam bidang kearsipan, yang bertujuan untuk menemukan kembali rsip, karena akan dipergunakan dalam proses penyelengaraan administrasi. Menemukan kembali, juga berarti memastikan dimana suatu arsip yang akan dipergunakan itu disimpan, dalam kelompok berkas apa arsip itu berada, disusun menurut sistem apa, dan bagaimana cara mengambilnya. Menemukan kembali arsip, tidak hanya sekedar menemukan kembali arsip dalam bentuk fisiknya, akan tetapi juga menemukan informasi yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena itu, penemuan kembali ini sangat berhubungan dengan keakuratan sistem pemberkasan atau penyimpanannya. Kegiatan penemuan kembali merupakan barometer efisiensinya penyajian informasi kearsipan. Siklus penemuan kembali arsip yang dibetuhkan (retrieval/finding cyclus), dan siklus penempatan kembali (filing cyclus) merupakan prosedur yang memerlukan penanganan tersendiri. Salah satu hal penting yang sering diabaikan dalam penemuan kembali arsip ialah, tidak melakukan pencatatan dalam transaksi peminjaman. Kita sering mengambil arsip tanpa melatui bukti tertulis, atau hanya meminjam lisan saja, bahkan mungkin menggunakannya tanpa seijin petugas, karena merasa sesame teman kantor. Akibatnya, bila kita lupa mengembalikannya, maka arsip itu bisa hilang atau tercecer disembarang tempat. Oleh karena itu, bila kita meminjam arsip sebaiknya mempergunakan surat pinjam atau kartu permintaan pinjam melalui petugas yang menanganinya. Untuk menghindari hal itu, maka perlu dibuat lembar/kartu pinjam arsip.


5. Pemeliharaan Arsip
Dalam penjelasan umum UU No.7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan dinyatakan bahwa untuk kepentingan pertanggungjawaban nasional kepada generasi yang akan datang, perlu diselamatkan bahan-bahan bukti yang nyata benar, serta lengkap mengenai kehidupan dan penyelenggaraan pemerintahan negara baik masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Penyelamatan bahan-bahan bukti tersebut merupakan masalah yang menjadi bidang kearsipan dalam arti yang luas. Pemeliharaan arsip mencakup usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga arsip-arsip dari segala kerusakan dan kemusnahan. Kerusakan atau kemusnahan arsip bisa datang dari arsip itu sendiri, maupun disebahkan oleh serangan-serangan dari luar arsip. Sedangkan, pengamanan arsip adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk meniaga arsip-arsip dari kehilangan maupun dari kerusakan akibat penggunaan. Usaha pemeliharaan arsip berupa melindungi, mengatasi, mencegah, dan mengambil. langkah-langkah, tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan arsip-arsip beserta informasinya (isinya). Pengamanan arsip dari segi fisiknya dapat dilakukan dengan cara restorasi dan laminasi. Restorasi arsip adalah memperbaiki arsip-arsip yang sudah rusak, atau yang sulit digunakan, agar dapat dipergunakan clan dapat disimpan kembali. Sedangkan, laminasi adalah menutup kertas arsip diantara 2 (dua) lemari plastik, sehingga arsip terlindung dan aman dari bahaya kena air, udara lembab dan serangan serangga. Dengan cara itu, arsip akan tahan lebih lama untuk disimpan. Sedangkan pengamanan atau upaya menyelamatkan informasi yang terkandung dalam arsip (isi) dapat dilakukan dengan mengalih mediakan ke dalam bentuk media lain, seperti pada micro film, fich, dan ke media digital.


Sumber,
Abubakar, Radi. 1997. Cara-cara Pengelolaan Kearsipan yang Praktis dan Efisien. Jakarta. Djambatan.
Abubakar, Radi. 1991. Pola Kearsipan Modern: Sistem Kartu Kendali. Jakarta. Djambatan
Martono, Boedi. 1994. Penataan Berkas Dalam Manajemen Kearsipan. Jakarta. Sinar Harapan.
Wursanto, Ig. 1991. Himpunan Peraturan Perundangan Tentang Kearsipan. Yogyakarta. Kanisius
Wursanto, Ig. 1991.. Kearsipan jllid, 1 dan 2, Yogyakarta. Kanisius